Bimbingan Manasik Haji
BIMBINGAN MANASIK HAJI
Segala puji bagi Allah, semoga shalawat dan salam tetap terlimpah atas Rasulullah. Amma ba’du:
Adab-adab Haji dan Umrah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats[1], berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” [Al-Baqarah 197)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ، وَبِالصَّفَا وَالمَرْوَةِ، وَرَمْيُ الْجِمَارِ، لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللهِ
“Disyari’atkannya thawaf mengelilingi Ka’bah, sa’i antara shafa dan marwah serta melempar jumrah adalah dalam rangka mengingat/dzikir pada Allah“.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Haji yang mabrur tidak ada balasannya melainkan surga.
Wahai jamaah haji, lakukanlah amalan-amalan ibadah haji dalam rangka mengagungkan, memuliakan, rasa cinta dan ketundukan pada Allah Tuhan semesta alam. Laksanakan dengan penuh sakinah, tenang dan sesuai dengan petunjuk RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam .
Manfaatkan tempat-tempat yang agung tersebut dengan memperbanyak dzikir, takbir (Allahu Akbar), tasbih (Subhaanallah), tahmid (Alhamdulillah) dan istighfar (Astaghfirullah). Semenjak anda mulai berihram, berarti anda dalam rangkaian ibadah hingga tahallul.
Ibadah haji bukan dalam rangka tamasya atau bermain-main sekehendak hati seperti yang terjadi pada sebagian orang yang membawa alat permaianan dan nyanyian serta apa yang menghalangi dzikir pada Allah dan menjerumuskannya pada jurang kemaksiatan. Anda bisa menyaksikan sebagian orang yang melampaui batas dalam bermain, tertawa, mengejek orang lain dll dari perbuatan yang diharamkan. Seakan-akan ibadah haji disyari’atkan untuk bersenda gurau dan bermain.
Adalah wajib bagi anda wahai jamaah haji untuk memelihara apa yang Allah wajibkan pada diri anda berupa shalat jamaah pada waktunya dan amar makruf dan nahi mungkar.
Sudah selayaknya anda untuk bersungguh-sungguh untuk berkhidmat serta berbuat baik pada kaum muslimin dengan memberi pengarahan, nasehat, dan bantuan ketika diperlukan. Selain itu dengan menyayangi orang yang lemah di antara mereka terutama di tempat-tempat yang berdesakan dll. Karena kasih sayang terhadap makhluk akan mendatangkan rahmat dari Sang Khaliq. Allah akan memberi rahmat pada hamba-hamba-Nya yang berkasih sayang. Jauhilah perbuatan rafats, kefasikan, maksiat dan perdebatan yang bukan dalam membela kebenaran. Adapun perdebatan untuk membela kebenaran adalah wajib pada tempatnya.
Jauhilah sikap memusuhi atau mengganggu orang lain. Jauhilah ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), celaan, atau memukul (orang lain), begitu pula memandang wanita yang bukan muhrimnya. Karena hal itu adalah diharamkan baik ketika ihram maupun tidak. Akan tetapi lebih diharamkan ketika sedang ihram.
Dari Kitab: Al-Manhaj li Murid Al-Umrah wal Hajj, Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin rahimahullah.
Hari Tarwiyah (Tanggal 8 Dzul Hijjah)
Amalan yang Dilakukan
- Disunnahkan untuk mandi dan memakai wewangian sebelum ihram.
- Disunnahkan bagi yang hajinya tamattu’ untuk ihram haji sebelum tergelincir matahari.
- Niat ihram untuk haji dengan mengucapkan: Labbaika Hajjan (Ya Allah aku sambut panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah haji).
Jika ia khawatir ada halangan untuk menyempurnakan hajinya, maka hendaklah ia mengucapkan syarat : وإن حَبَسَنِيْ حَابِسٌ فَمَحَلِّيْ حَيْثُ حَبَسَنِيْ “Jika aku terhalang oleh sesuatu, maka tempat tahallulku adalah di tempat aku terhalangi“
Adapun jika ia tidak khawatir, maka tidak perlu mengucapkan syarat di atas.
- Menuju Mina pada Hari Tarwiyah dan menginap di sana pada malam sembilan. Tidak keluar dari Mina kecuali setelah terbitnya matahari dan melakukan shalat lima waktu di sana.
- Memperbanyak bacaan talbiyah.
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ اْلحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكُ، لاَ شَرِيْكَ لَكْ
“Kusambut panggilan-Mu, ya Allah.Kusambut panggilan-Mu. Kusambut panggilan-Mu.Tiada sekutu bagi-Mu.Kusambut panggilan-Mu.Sesungguhnya segala puji, karunia dan kekuasaan hanyalah milik-Mu.Tiada sekutu bagi-Mu”.
Bacaan talbiyah ini tetap diucapkan hingga akan melempar Jumrah ‘Aqabah pada Hari Kurban
- Mengqashar shalat yang empat raka’at tanpa jamak. Dengan melaksanakannya secara jamaah dan bersungguh-sungguh untuk melakukan shalat witir.
Nasehat atas Beberapa Kesalahan.
- Tetap memakai ihram dalam posisi idhtiba’ (pundak kanan terbuka) dalam melaksanakan semua amalan haji. Yang disyari’atkan adalah membuka pundak sebelah kanan ketika thawaf qudum atau thawaf umrah saja.
- Keyakinan sebagian jamaah haji bahwa ihram adalah dengan memakai pakaian ihram semata. Yang benar, bahwa memakai pakaian adalah persiapan untuk ihram dan belum dikatakan ihram. Karena ihram adalah niat masuk/memulai amalan (haji).
- Keyakinan sebagian orang adanya warna khusus pakaian ihram seperti hijau. Ini adalah keliru. Bagi wanita, ia berihram dengan menggunakan pakaian yang biasa ia pakai (namun bukan pakaian untuk berhias). Adapun pakaian yang sempit dan tipis maka tidak boleh dikenakan, baik ketika ihram maupun di luar ihram.
- Shalat dengan menggunakan kain ihram bawah tanpa mengenakan kain ihram bagian atas. Ini adalah salah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” (لَا يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقَيْهِ مِنْهُ شَيْءٌ) Janganlah salah seorang di antara kalian shalat dengan hanya memakai satu pakaian, sehingga pundaknya tidak ditutupi apa-apa” (Muttafaq ‘Alaihi)
- Memendekkan janggut ketika ihram, padahal memangkas dan mencukur janggut adalah di larang dalam segala keadaan. Dagu termasuk dari janggut (jadi, janggut yang ada padanya juga tidak boleh di potong – pent).
- Keyakinan sebagian jamaah haji bahwa pakaian ihram yang ia pakai di miqat tidak boleh di ganti meski sudah kotor. Yang benar adalah boleh untuk menggantinya dengan semisalnya atau mencucinya.
- Talbiyah secara berjamaah. Ini adalah tidak ada dasarnya.
- Menjamak shalat ketika di Mina. Padahal yang disyari’atkan adalah mengqashar tanpa menjamak.
- Memperbanyak bacaan Al-Qur’an pada tempat-tempat ini. Yang merupakan tempat-tempat ibadah.
- Tidak bermalam di Mina malam hari Arafah dengan tanpa uzur.
Hari Arafah (Tanggal 9 Dzul Hijjah)
Amalan yang Dilakukan:
- Menuju Arafah setelah terbitnya matahari pada tanggal sembilan Dzul Hijjah.
- Tinggal sementara di Masjid Namirah hingga tergelincirnya matahari jika hal ini mudah dilakukan. Jika tidak, maka tidak mengapa, karena hukumnya adalah sunnah.
- Shalat Dzuhur dan Ashar secara jamak dan qashar (jamak takdim) seperti yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tersedia banyak waktu untuk berada di Arafah dan berdoa.
- Disunnahkan bagi jamaah haji ketika di Padang Arafah untuk bersungguh-sungguh dalam dzikir, berdoa dan merendahkan diri pada Allah Ta’ala. Ketika berdoa, hendaklah mengangkat kedua tangan. Jika ia bertalbiyah atau membaca Al-Qur’an maka itu juga baik.
- Berada di Padang Arafah hingga terbenamnya matahari.
- Berbuat kebaikan pada sesama jamaah haji dengan memberikan minuman dan membagi makanan.
Nasehat atas Beberapa Kesalahan.
- Berada di luar batas Arafah. Padahal perbatasan Padang Arafah sudah ditandai dengan jelas. Berada di Padang Arafah adalah rukun yang tidak sempurna ibadah haji melainkan dengannya. (Lembah ‘Uranah bukan termasuk dari Arafah).
- Sebagian jamaah haji meninggalkan Arafah sebelum terbenamnya matahari. Ini adalah tidak diperbolehkan karena menyelisihi As-sunnah (tuntunan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Beliau menetap di sana hingga terbenamnya matahari.
- Berpayah-payah menuju ke bukit (rahmah) dan menaikinya serta mengusapnya dan meyakini bahwa ia memiliki keutamaan. Hal ini adalah tidak ada dasarnya dari amalan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Sebagian jamaah haji menghadap Jabal Rahmah ketika berdoa, walaupun kiblat di belakang, kanan, atau kiri mereka. Hal ini adalah menyelisihi sunnah. Karena yang dituntunkan adalah menghadap kiblat sebagai mana yang dilakukan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Pada Hari Arafah sibuk dengan tawa, canda, ucapan yang batil dan tidak dzikir serta berdoa di tempat yang agung tersebut.
- Sebagian jamaah haji membawa kamera dan menggunakannya di tempat tersebut. Ini adalah hal yang tidak layak dilakukan jamaah haji.
Bermalam di Muzdalifah
Amalan yang Dilakukan.
- Dari Arafah berangkat menuju Muzdalifah setelah terbenamnya matahari dengan penuh sakinah dan khusyu’.
- Shalat Maghrib dan Isya secara jamak dan qashar dengan satu adzan dan dua iqamah sesampainya di Muzdalifah.
- Jika jamaah haji tidak mungkin sampai di Muzdalifah sebelum pertengahan malam, maka untuk lebih hati-hatinya agar shalat maghrib dan isya di jalan.
- Bersegera tidur setelah shalat dan tidak sibuk dengan hal lainnya.
- Menginap di Muzdalifah. Ini adalah hal yang wajib. Diperbolehkan bagi orang-orang yang lemah baik laki maupun perempuan untuk meninggalkan Muzdalifah di akhir malam setelah bulan tidak tampak lagi. Adapun siapa yang tidak lemah atau bersama orang yang lemah, maka ia tetap tinggal di Muzdalifah hingga Shalat Fajar/Subuh sebagai realisasi mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Bersegera melakukan Shalat Fajar, kemudian menuju Masy’aril haram[2] lalu mengesakan Allah dan bertakbir dan berdoa apa yang ia inginkan sampai langit terlihat kuning sekali. Jika tidak mudah baginya menuju Masy’aril Haram, maka hendaklah ia berdoa di tempatnya. Berdasarkan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (ووقَفْتُ ها هنا ، وجَمْعٌ كلُّها مَوقِفٌ) “Aku berada di sini dan Muzdalifah seluruhnya adalah mauqif”.
Nasehat atas Beberapa Kesalahan.
- Tidak berusaha menghadap kiblat ketika Shalat Maghrib, Isya atau Subuh. Yang wajib bagi jamaah haji adalah bertanya pada orang yang tahu arah kiblat.
- Di Muzdalifah sibuk memungut kerikil sebelum shalat, padahal kerikil boleh di pungut di Mina atau lainnya.
- Tidak berusaha mencari batas Muzdalifah ketika bermalam di sana.
- Mengakhirkan Shalat Maghrib dan Isya hingga pertengahan malam. Ini tidak diperbolehkan.
- Sebagian jamaah haji meninggalkan Muzdalifah sebelum pertengahan malam dan tidak menginap di sana padahal itu adalah termasuk dari wajib haji.
- Dispensasi bagi mereka yang kuat untuk meninggalkan Mina sebelum subuh, padahal yang mendapatkan keringanan adalah mereka yang lemah. Adapun selain mereka, maka sebelum terbitnya matahari.
- Menghidupkan malam Muzdalifah dengan shalat, dzikir atau membaca Al-Qur’an. Ini adalah menyelisihi Sunnah.
- Mengakhirkan Shalat Subuh hingga mendekati terbitnya matahari atau setelahnya.
- Tidur setelah Shalat Subuh.
- Tergesa-gesanya jamaah haji ketika meninggalkan (Muzdalifah) dengan kendaraan mereka dan berdesakan dengan jamaah haji sehingga terjadi kecelakaan.
Hari Kurban (tanggal 10 Dzul Hijjah)
Amalan yang Dilakukan.
- Meninggalkan Muzdalifah menuju Mina sebelum terbitnya matahari dengan penuh sakinah dan kekhusyu’an.
- Disunnahkan untuk lebih cepat ketika melewati wadi Muhassir, jika hal itu memungkinkan.
- Menyibukkan diri dengan talbiyah hingga sampai di Jumrah ‘Aqabah, lalu menghentikan bacaan, menjadikan Mina di sebelah kanan dan Ka’bah di sebelah kirinya, melempar Jumrah ‘Aqabah dengan tujuh kerikil secara berurutan, mengangkat tangan setiap kali lemparan dan bertakbir.
- Jika jamaah haji sudah selesai dari melempar Jumrah ‘Aqabah, hendaklah menyembelih hadyu. Disunnahkan baginya untuk menyembelih sendiri jika hal itu memungkinkan, sebagai mana yang dilakukan oleh nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika menyembelih mengucapkan: بسم الله والله أكبر، اللهم هذا منك ولك “Allah Maha Besar, Ya Allah, ini adalah dari Engkau dan untuk-Mu, dengan menyebut nama Allah“
Hendaknya mengarahkan (hewan yang disembelih) ke arah kiblat.
- Jika sudah selesai menyembelih, menggundul rambut atau memendekkannya. Menggundul adalah lebih utama. Tidak cukup hanya memendekkan sebagian rambut kepala, bahkan mesti meratakannya seperti halnya menggundul. Adapun bagi wanita, memendekkan (ujung rambut) sebesar ujung jari.
- Setelah melempar Jumrah ‘Aqabah dan menggundul atau memendekkan rambut, dibolehkan bagi orang yang sedang ihram melakukan apa saja kecuali berhubungan badan dengan istri. Inilah yang dinamakan tahallul awwal.
- Disunnahkan setelah tahallul awal, untuk membersihkan diri, memakai wewangian dan menuju ke Mekkah untuk melakukan Thawaf Ifadhah. Thawaf ini dinamakan (Thawaf Ziarah) yang merupakan rukun yang tidak sempurna haji melainkan dengannya. Setelah itu maka dihalalkan melakukan semuanya termasuk berjima’ (dengan istri).
- Sa’i antara Shafa dan Marwah bagi jamaah haji yang tamattu’, ifrad dan qiran dan belum thawaf qudum.
- Jika ia mendahulukan kurban sebelum lempar jumrah atau mencukur rambut, maka hal itu dibolehkan, walaupun yang lebih utama adalah melempar, kemudian menyembelih, lalu mencukur rambut dan thawaf.
Nasehat atas Beberapa Kesalahan.
- Melempar jumrah dari kejauhan dan tidak memastikan sampainya (lemparan kerikil) ke tiang tugu atau ke dalam lubang jumrah.
- Sebagian orang yang fisiknya kuat mewakilkan dalam melempar, padahal mewakilkan hanya diperbolehkan bagi orang yang lemah dan semisalnya.
- Melempar jumrah dengan sandal atau batu besar dan semisalnya.
- Dalam setiap lemparan mengucapkan : اللهم إغضاباً للشيطان، وإرضاءً للرحمن “Ya Allah (lemparan ini adalah untuk membuat marah setan dan meridhakan Ar-Rahman (Allah)“
- Berdiri untuk berdoa di samping Jumrah Aqabah.
- Keyakinan sebagian jamaah haji bahwa mereka melempar setan. Mereka namai tempat lempar jumrah dengan setan. Ini adalah keyakinan yang salah.
- Banyak hadyu yang sudah disembelih sia-sia, padahal mungkin untuk diberikan pada kaum fakir.
- Ramal (berlari kecil) dan idhtiba’ (membuka pundak sebelah kanan) dalam thawaf ifadhah dan wada’, padahal yang disyari’atkan pada thawaf pertama baginya.
- Berdesakan untuk dapat mencium hajar aswad. Sehingga menyebabkan pertengkaran yang tidak sepantasnya dilakukan dalam ibadah dan tempat tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats[3], berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” [Al-Baqarah/2: 197]
- Keyakinan sebagin orang bahwa hajar aswad dapat memberikan manfaat. Sehingga anda dapati setelah mereka mengusap hajar aswad tersebut, mereka dengan tangan mereka ke seluruh bagian tubuh mereka. Ini adalah suatu kejahilan dan kesesatan. Yang dapat memberikan manfaat hanyalah Allah semata. Ketika Umar mengusap Hajar Aswad beliau mengatakan: (إنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ، وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ) “Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau tidak dapat memberikan mudharat ataupun manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu, tentulah aku tidak melakukannya.
- Sebagian jamaah haji mengusap semua rukun/siku-siku Ka’bah, dan barangkali mereka juga mengusap dinding-dinding Ka’bah. Ini adalah suatu kejahilan dan kesesatan. Karena mengusap adalah merupakan ibadah dan pengagungan pada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia. Maka wajib untuk mengikuti tuntunan. Yang dicontohkan dari nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak mengusap dari Ka’bah kecuali Rukun Yamani dan Hajar Aswad.
- Mencium Rukun Yamani. Yang disyari’atkan adalah mengusapnya.
- Mengkhususkan setiap putaran dengan doa khusus.
- Berdoa secara bersama-sama. Ini akan menyebabkan kegaduhan bagi jamaah lain yang sedang thawaf dan ini adalah termasuk perbuatan bid’ah yang tidak ada dasarnya dari nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para shahabat beliau.
- Langsung shalat di belakang maqam Ibrahim padahal masih penuh sesak. Shalat tersebut mungkin dilakukan di mana saja dari Masjidil Haram.
- Memanjangkan bacaan pada shalat sunnah thawaf, kemudian mengangkat kedua tangan dan berdoa setelahnya. Ini adalah menyelisihi tuntunan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Thawafnya sebagian jamaah haji dengan bergandengan tangan, ini akan membuat sesak hamba-hamba Allah (jamaah haji lainnya).
- Thawaf sekeliling Ka’bah dengan melewati dalam Hijir Ismail, ini adalah tidak benar.
- Bertakbir ketika mendekati Rukun Yamani dan tidak mengusapnya.
- Menjamak shalat-shalat selama di Mina.
- Tidak menginap di Mina.
Hari-hari Tasyriq (Tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah)
Amalan yang Dilakukan.
- Para jamaah haji kembali menuju Mina pada Hari Raya setelah thawaf dan sa’i. Mereka tinggal di sana sampai selesai hari-hari tasyriq dan malam-malamnya. Bagi mereka yang hendak meninggalkan Mina pada tanggal dua belas, maka wajib baginya menginap malam sebelas dan malam dua belas. Adapun malam tiga belas bagi mereka yang ingin tetap tinggal.
- Melempar jumrah yang tiga, dimulai dari jumrah yang kecil (Sughra), sedang(Wustha) kemudian yang besar (Aqabah). Melempar pada setiap jumrah tujuh kerikil secara berurutan dan bertakbir pada setiap lemparan. Lempar jumrah dilakukan setelah tergelincirnya matahari.
- Disunnahkan setelah melempar untuk ke samping kanan dan menghadap kiblat lalu berdoa dalam waktu yang lama sambil mengangkat kedua tangan. Ini dilakukan di Jumrah Sughra (kecil) dan Wustha (tengah). Dan tidak dilakukan di Jumrah ‘Aqabah.
- Thawaf Wada’, inilah amalan haji yang terakhir.
- Memanfaatkan hari-hari (haji) dalam rangka ketaatan pada Allah yaitu dengan membaca Al-Qur’an, dzikir dan takbir dll.
Nasehat atas Beberapa Kesalahan.
- Tidak berdoa di samping Jumrah Sughra dan Wustha.
- Melempar jumrah sebelum tergelincirnya matahari padahal waktu melempar dimulai dengan tergelincirnya matahari.
- Melempar kerikil dengan kasar sambil berteriak dan mencela yang diarahkan untuk setan-setan menurut anggapan mereka. Ini adalah suatu kejahilan. Disyari’atkan melempar jumrah adalah untuk mengingat Allah. Karena itulah nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir setiap kali melempar.
- Berdoa di samping Jumrah ‘Aqabah.
- Sebagian jamaah haji memulai melempar dari Jumrah ‘Aqabah kemudian Wustha lalu Sughra, ini adalah keliru. Yang benar adalah sebaliknya.
- Melempar kerikil sekaligus dengan satu tangan, ini adalah kesalahan fatal. Sebagian ulama mengatakan: (Jika seseorang melempar dengan satu tangan lebih dari satu kerikil, maka tidak teranggap kecuali satu kerikil saja). Yang wajib yaitu melempar satu kerikil satu kerikil sebagaimana yang dilakukan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Sebagian jamaah haji meremehkan dalam melempar jumrah. Sehingga anda dapati mereka mewakilkan pada orang lain padahal mereka mampu melakukannya. Ini adalah menyelisihi apa yang Allah Ta’ala perintahkan untuk menyempurnakan ibadah haji dalam firman-Nya: وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah” [Al-Baqarah/2:196]
- Sebagian mereka mewakilkan dalam melempar lalu meninggalkan (Mina) pada sore hari tanggal sebelas (Dzul Hijjah), sehingga ia tidak menginap (malam dua belas) dan tidak melempar (untuk keesokan harinya).
- Sebagian jamaah haji pada hari raya berangkat dari Mina untuk menunaikan thawaf wada’ sebelum melempar jumrah, lalu mereka kembali (ke Mina) untuk melempar jumrah lantas kembali (ke negeri mereka). Ini adalah tidak diperbolehkan, karena menyelisihi perintah nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar akhir perjanjian jamaah haji adalah (thawaf) mengelilingi ka’bah/Thawaf wada’, sebagai amalan terakhir jamaah haji.
Kami memohon pada Allah Yang Maha Pemurah agar mengabulkan amalan shalih kita semua, semoga shalawat dan salam tetap tercurah nabi kita Muhammad, keluarga serta para shahabat beliau.
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah, semoga shalawat dan salam tetap terlimpah pada yang tidak ada nabi sesudahnya, Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau, amma ba’du:
Saya telah menelaah penjelasan dan peringatan berkaitan dengan amalan haji dan apa yang dilakukan jamaah haji selama musim haji. Dan beberapa kesalahan yang terjadi pada sebagian orang.
Saya mendapatkan tulisan ini cocok dan isinya adalah benar. Bagi setiap muslim agar mempelajari tuntunan nabi dan menerapkannya. Allah-lah Maha Pemberi taufik. semoga shalawat dan salam tetap tercurah nabi kita Muhammad, keluarga serta para shahabat beliau.
Syaikh Abdullah bin Abdurrhaman Al-Jibrin
[Disalin dari يوميات حاج Penulis : Syaikh Abdullah bin Abdurrhaman Al-Jibrin, Penerjemah Muhammad Latif. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]
_______
Footnote
[1] Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi yang tidak senonoh atau bersetubuh. (pent)
[2] Yang dimaksud adalah Quzah, yaitu gunung yang sangat terkenal di Muzdalifah. Hadits ini merupakan hujjah/alasan para ulama fikih bahwa Masy’ar il Haram adalah Quzah. Jumhur ulama tafsir dan sejarah serta ulama hadits berkata: Masy’aril Haram adalah seluruh wilayah Muzdalifah. Lihat Syarah Muslim oleh Imam Nawawi rahimahullah (pent)
[3] Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi yang tidak senonoh atau bersetubuh. (pent)
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/82486-bimbingan-manasik-haji.html